Dimuat di bulletin El-Wijhah Edisi XIX
Oleh : M. Nurullah
Kategori : Laporan Utama
Laksana guyuran hujan dipenghujung kemarau. Musim semi telah tiba. Hamparan rerumputan tumbuh menghijau. Warna-warni bunga merekah menebar aroma. Kupu-kupu tak kuasa menahan tarian. Pepohonan rindang sejuk dipandang. Kicauan burung bersahutan menyambutnya. Lembut mentari pagi tersenyum menyapa. Wajah bumi tampak ceria.
Diatas adalah puisi milik Kyai Abdulloh Zaini dalam menyambut Maulid Nabi. Bagaimana dengan yang lain?
Mungkin dalam menyambut Maulid Nabi, dapat dilakukan dengan membaca sejarah beliau, meneladani beliau, mengikuti sunnah-sunnah beliau, ataupun yang lainnya. Selain dengan hal tersebut, sudah lazim di dunia Islam dalam menyambut Hari kelahiran Nabi dengan diadakannya pembacaan kitab Maulid Nabi. Mulai dari Makkah, yakni di kediaman Sayyid Maliki, hingga pelosok daerah di Indonesia.
Dalam Peringatan Maulid Nabi, sebuah karangan yang memuat tentang akhlak-akhlak Nabi, sifat-sifat Nabi, dan sejarah perjalanan hidup Nabi yang ditulis oleh para ulama’ dalam sebuah kitab, dibaca.
Diantara kitab-kitab yang termasyhur adalah Al-Barzanji-nya Sayyid Ja’far bin Hasan bin ‘Abdul Karim Al-Barzanji, Ad-Diba’i-nya Imam Abdurrahman Ad-Diba’i, Simthud  Duror-nya Habib ‘Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, hingga Adl-Dliya’ Al-Lami-nya Habib Umar bin Hafizh  bin Abu Bakar dan yang lainnya.
Kitab-kitab diatas hingga kini telah tersebar ke seluruh pelosok dunia Islam, tak terkecuali di Nusantara. Di setiap daerah ada kitab Maulid yang lebih sering dibaca daripada yang lain. Tak hanya dibaca di bulan Rabi’ul Awwal saja, kitab-kitab tersebut juga dibaca di setiap ada kesempatan dalam acara apapun.
Mengenai kitab Maulid yang pertama kali masuk di Indonesia, belum ada kepastian mengenai kebenarannya. Boleh saja orang-orang mengatakan kitab ini dulu, atau kitab itu dulu.Tapi perlu diketahui, bahwasanya isi dari kitab Maulid itulah yang penting.
Seluruh kitab-kitab Maulid, yang memuat tentang Rosul itu sarat dengan balaghoh atau sastra bahasa dan telah mencapai derajat baligh (tingkatan metafora tertinggi). Sebagai contoh adalah bait berikut ;
كَالزَّهْرِ فِى شَرَفٍِ وَالْبَدْرِ فِى شَرَفِ  # وَالبَحْرِ فِى كَرَمٍ وَالدَّهْرِ فِى هِمَمٍ
Dilihat dari Ilmu Bayan, bait diatas sudah memenuhi syarat tasybih, bahkan termasuk dalam kategori Tasybih Mufashshol. Dalam Ilmu Arudl, ilmu yang mempelajari bait-bait syair arab, bait diatas mempunyai pola bahar Basith dengan qofiyah Mim, artinya huruf akhir dari frase kedua berakhiran huruf mim yang berharokat kasroh. Atau dalam sajak berikut ;  نُوْرًا فَاقَ كُلَّ نُوْر
Meskipun berbeda dengan bait diatas, dengan model Natsar (Prosa), tentu tak menghalangi berkurangnya kandungan Balaghoh (Sastra Arab). Lihat saja, sajak diatas membuang  Adat Tasybih, tidak menuliskan Musyabbahnya dan tidak menuturkan Wajah Tasybihnya.Dalam Ilmu Bayan, sajak ini sudah termasuk dalam kategori Ablaghut Tasybih, artinya Tasybih dengan ranking 1 atau dalam bahasa Indonesianya termasuk dalam majas metafora ranking 1. Sekalipun dalam gaya penuturan dan bentuk berbeda, tetapi isinya sama. Dalam bentuk susunan kitab maulid, dikenal dua macam susunan.Nazhom (Qashidah Puitis) dan Natsar, memang dalam hal pembacaan dan penghafalan lebih enak nazhom, tetapi jika dilihat dari kandungan balaghohnya, maka semuanya sama.
Berbicara mengenai Maulid Nabi, tentu berhubungan dengan Rosulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan berbicara mengenai Rosulullah seakan-akan tidak ada habisnya, seperti yang tercantum dalam Burdah-nya Imam Al-Bushoiry.
Sebanyak apapun sanjungan yang di alamatkan kepada Rosulullah, persis saja tidak mampu, apalagi melampaui. Lalu mengapa diadakan Maulidur Rosul ? Allah berfirman dalam Al-Qur’an :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌ لِّمَا فِى الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَالِكَ فَلْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ ِّممَّا يَجْمَعُونَ
Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu mauidzoh (pelajaran) dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah dengan karunia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmatNya itu lebih baik dari pada yang mereka kumpulkan”. (Q.S Yunus : 57-58).
Lafazh fadl pada ayat diatas  bermakna Maulid Nabi, kelahiran Rosul.  Allah mengumpamakan Maulid Nabi sebagai sebuah fadl yang makna sebenarnya adalah karunia Allah tanpa diminta. Sekarang pertanyaannya adalah, kenapa menggunakan lafazh fadl?  Karena tidak ada fadl dari Allah yang melebihi Maulid Nabi. Dan sebab Nabi, Allah menciptakan jagad raya. Seperti tertera dalam Hadits Qudsy :
لَوْلاَكَ لَوْلاَكَ لَمَا خَلَقْتُ اْلاَفْلاَكَ
Artinya : “Seandainya tidak karena engkau Muhammad, seandainya tidak karena engkau Muhammad, Aku (Allah) pasti  tidak akan menciptakan jagad raya”.
Oleh karena itu, Allah memerintahkan kepada manusia untuk bergembira dan senang atas kelahiran Rosul.
Dalam Al-Qur’an surat Yunus  ayat 57, Allah menggambarkan Rosulullah sebagai mauidzoh. Yang artinya adalah bahwa Dzatiyatur Rosul (Substansi Rosul) itu sendiri adalah mauidzoh.Dalam arti, segala sesuatu yang keluar dari Rosul, baik berupa ucapan atau tindakan, itu menjadi hukum. Berbeda dengan Wa’idzh (واعظ) yang berarti pemberi mauidzoh. Disinilah letak kandungan balaghohnya.
Sebegitu besarnya fadl dari Allah kepada manusia, sehingga mereka diperintahkan untuk bergembira. Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran diri masing-masing dalam menyambut Maulid Nabi. Karena semua yang ada, tidak akan berarti apa-apa tanpa kesadaran diri. Sedangkan kesadaran diri itu yang paling utama.

Sumber : KH. Ahmad Asnawi
 
Laksana guyuran hujan dipenghujung kemarau. Musim semi telah tiba. Hamparan rerumputan tumbuh menghijau. Warna-warni bunga merekah menebar aroma. Kupu-kupu tak kuasa menahan tarian. Pepohonan rindang sejuk dipandang. Kicauan burung bersahutan menyambutnya. Lembut mentari pagi tersenyum menyapa. Wajah bumi tampak ceria.
         Diatas adalah puisi milik Kyai Abdulloh Zaini dalam menyambut Maulid Nabi. Bagaimana dengan yang lain?
         Mungkin dalam menyambut Maulid Nabi, dapat dilakukan dengan membaca sejarah beliau, meneladani beliau, mengikuti sunnah-sunnah beliau, ataupun yang lainnya. Selain dengan hal tersebut, sudah lazim di dunia Islam dalam menyambut Hari kelahiran Nabi dengan diadakannya pembacaan kitab Maulid Nabi. Mulai dari Makkah, yakni di kediaman Sayyid Maliki, hingga pelosok daerah di Indonesia.
         Dalam Peringatan Maulid Nabi, sebuah karangan yang memuat tentang akhlak-akhlak Nabi, sifat-sifat Nabi, dan sejarah perjalanan hidup Nabi yang ditulis oleh para ulama’ dalam sebuah kitab, dibaca.
         Diantara kitab-kitab yang termasyhur adalah Al-Barzanji-nya Sayyid Ja’far bin Hasan bin ‘Abdul Karim Al-Barzanji, Ad-Diba’i-nya Imam Abdurrahman Ad-Diba’i, Simthud  Duror-nya Habib ‘Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, hingga Adl-Dliya’ Al-Lami-nya Habib Umar bin Hafizh  bin Abu Bakar dan yang lainnya.
         Kitab-kitab diatas hingga kini telah tersebar ke seluruh pelosok dunia Islam, tak terkecuali di Nusantara. Di setiap daerah ada kitab Maulid yang lebih sering dibaca daripada yang lain. Tak hanya dibaca di bulan Rabi’ul Awwal saja, kitab-kitab tersebut juga dibaca di setiap ada kesempatan dalam acara apapun.
         Mengenai kitab Maulid yang pertama kali masuk di Indonesia, belum ada kepastian mengenai kebenarannya. Boleh saja orang-orang mengatakan kitab ini dulu, atau kitab itu dulu.Tapi perlu diketahui, bahwasanya isi dari kitab Maulid itulah yang penting.
         Seluruh kitab-kitab Maulid, yang memuat tentang Rosul itu sarat dengan balaghoh atau sastra bahasa dan telah mencapai derajat baligh (tingkatan metafora tertinggi). Sebagai contoh adalah bait berikut ;
كَالزَّهْرِ فِى شَرَفٍِ وَالْبَدْرِ فِى شَرَفِ  # وَالبَحْرِ فِى كَرَمٍ وَالدَّهْرِ فِى هِمَمٍ
         Dilihat dari Ilmu Bayan, bait diatas sudah memenuhi syarat tasybih, bahkan termasuk dalam kategori Tasybih Mufashshol. Dalam Ilmu Arudl, ilmu yang mempelajari bait-bait syair arab, bait diatas mempunyai pola bahar Basith dengan qofiyah Mim, artinya huruf akhir dari frase kedua berakhiran huruf mim yang berharokat kasroh.
         Atau dalam sajak berikut ;  نُوْرًا فَاقَ كُلَّ نُوْر
         Meskipun berbeda dengan bait diatas, dengan model Natsar (Prosa), tentu tak menghalangi berkurangnya kandungan Balaghoh (Sastra Arab). Lihat saja, sajak diatas membuang  Adat Tasybih, tidak menuliskan Musyabbahnya dan tidak menuturkan Wajah Tasybihnya.Dalam Ilmu Bayan, sajak ini sudah termasuk dalam kategori Ablaghut Tasybih, artinya Tasybih dengan ranking 1 atau dalam bahasa Indonesianya termasuk dalam majas metafora ranking 1. Sekalipun dalam gaya penuturan dan bentuk berbeda, tetapi isinya sama. Dalam bentuk susunan kitab maulid, dikenal dua macam susunan.Nazhom (Qashidah Puitis) dan Natsar, memang dalam hal pembacaan dan penghafalan lebih enak nazhom, tetapi jika dilihat dari kandungan balaghohnya, maka semuanya sama.
         Berbicara mengenai Maulid Nabi, tentu berhubungan dengan Rosulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan berbicara mengenai Rosulullah seakan-akan tidak ada habisnya, seperti yang tercantum dalam Burdah-nya Imam Al-Bushoiry.
         Sebanyak apapun sanjungan yang di alamatkan kepada Rosulullah, persis saja tidak mampu, apalagi melampaui. Lalu mengapa diadakan Maulidur Rosul ? Allah berfirman dalam Al-Qur’an :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌ لِّمَا فِى الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَالِكَ فَلْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ ِّممَّا يَجْمَعُونَ
Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu mauidzoh (pelajaran) dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah dengan karunia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmatNya itu lebih baik dari pada yang mereka kumpulkan”. (Q.S Yunus : 57-58).
         Lafazh fadl pada ayat diatas  bermakna Maulid Nabi, kelahiran Rosul.  Allah mengumpamakan Maulid Nabi sebagai sebuah fadl yang makna sebenarnya adalah karunia Allah tanpa diminta. Sekarang pertanyaannya adalah, kenapa menggunakan lafazh fadl?  Karena tidak ada fadl dari Allah yang melebihi Maulid Nabi. Dan sebab Nabi, Allah menciptakan jagad raya. Seperti tertera dalam Hadits Qudsy :
لَوْلاَكَ لَوْلاَكَ لَمَا خَلَقْتُ اْلاَفْلاَكَ
Artinya : “Seandainya tidak karena engkau Muhammad, seandainya tidak karena engkau Muhammad, Aku (Allah) pasti  tidak akan menciptakan jagad raya”.
Oleh karena itu, Allah memerintahkan kepada manusia untuk bergembira dan senang atas kelahiran Rosul.
         Dalam Al-Qur’an surat Yunus  ayat 57, Allah menggambarkan Rosulullah sebagai mauidzoh. Yang artinya adalah bahwa Dzatiyatur Rosul (Substansi Rosul) itu sendiri adalah mauidzoh.Dalam arti, segala sesuatu yang keluar dari Rosul, baik berupa ucapan atau tindakan, itu menjadi hukum. Berbeda dengan Wa’idzh (واعظ) yang berarti pemberi mauidzoh. Disinilah letak kandungan balaghohnya.
         Sebegitu besarnya fadl dari Allah kepada manusia, sehingga mereka diperintahkan untuk bergembira. Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran diri masing-masing dalam menyambut Maulid Nabi. Karena semua yang ada, tidak akan berarti apa-apa tanpa kesadaran diri. Sedangkan kesadaran diri itu yang paling utama.

Sumber : KH. Ahmad Asnawi
Layout by AanZt | Design by NewWpThemes | Blogger Theme by Lasantha - Premium Blogger Templates | NewBloggerThemes.com