Dimuat di bulletin El-Wijhah Edisi XXII
Oleh : Fakhur Rozaq
Kategori : Referensi  Buku Sejarah Islam Di Indonesia

Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi hindu-budha, untuk digantikan dengan budaya islam. Walisongo dikenal sebagai simbol penyebar agama islam di Indonesia khususnya di tanah jawa pada abad ke 15 dan 16. Tentunya banyak tokoh lain yang berperan menyebarkan agama islam. Namun, peranan Walisongo lah yang sangat besar dalam menyebarkan agama islam dan mendirikan kerajaan islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat luas, serta da’wah secara langsung membuat para Walisongo ini lebih banyak dikenal disbanding yang lain.
Para Walisongo melakukan metode da’wah dengan cara memasukkan ajaran-ajaran islam kedalam adat istiadat yang sudah ada dalam masyarakat itu sendiri. Da’wah Walisongo itu meliputi beberapa metode yang sesuai firman Allah :
ادع الى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتى هي احسن
Artinya : “Serulah (Manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”.
Dari ayat tersebut dapat di pahami prinsip umum tentang metode da’wah yang menekankan 3 metode da’wah, yaitu :
1.      Metode Hikmah, menurut Syeikh Musthofa Al-Maroghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa hikmah yaitu perkataan yang jelas dan tegas disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran dan dapat menghilangkan keraguan.
2.      Metode Mauidloh Chasanah, menurut Ibnu Sayyidiqi adalah menasehati dan mengingatkan kepada orang lain, dengan pahala dan siksa yang dapat menaklukan hati orang lain.
3.      Metode Mujadalah atau Diskusi, menurut Imam Ghozali dalam kitab Ikhya’ ‘Ulumuddin menegaskan agar orang-orang yang melakukan tukar fikiran itu tidak beranggapan bahwa yang satu sebagai lawan yang lainnya. Tetapi, mereka harus menganggap bahwa pelaku Mujadalah atau Diskusi itu sebagai kawan yang saling tolong-menolong dalam mencapai kebenaran.
Inilah antara lain pendapat sebagian Mufassirin tentang tiga metode tersebut.
Ketiga metode tersebut diaplikasikan kedalam beberapa pendekatan, diantaranya :
1.      Pendekatan Personal, yaitu: pendekatan dengan cara individual antara Da’I (Narasumber) dan Mad’u (Pendengar) langsung bertatap muka sehingga materi yang disampaikan langsung diterima dan biasanya reaksi yang ditimbulkan Mad’u (pendengar) akan langsung diketahui.
2.      Pendekatan Pendidikan, yaitu : da’wah lewat pendidikan, dilakukan beriringan dengan masuknya islam ke Indonesia khususnya di tanah Jawa.
Dan dari metode tersebut dapat dicontohkan seperti Sunan Kalijaga, memanfaatkan wayang sebagai sarana da’wah menyebarkan agama islam di nusantara, kesenian wayang bukan sembarang kesenian, wayang mengandung nilai filosofis, religious dan pendidikan.
Dengan kesenian wayang, Sunan Kalijaga berhasil menarik perhatian masyarakat luas. Hal itu membuat mereka tertarik untuk memeluk agama islam dengan kesadaran dan kemauan sendiri. Sunan Kalijaga dikenal sebagai Ulama’ yang kreatif dan pendai menarik simpati masyarakat. Beliau banyak menciptakan cerita pewayangan yang bernafaskan islami. Misalnya, cerita berjudul Jamus Kalimasada, Wahyu Tohjali dll.
Disamping menciptakan cerita-cerita pewayangan, Sunan Kalijaga berhasil menciptakan peralatan perlengkapan dalam wayang, kelengkapan yang menyertai pementasan wayang seperangkat gamelan dan gending-gending jawa.
Pada masa itu, setiap akan diadakan pentas atau pagelaran wayang, terlebih dahulu Sunan Kalijaga memberikan wejangan atau nasehat ke islaman. Kemudian, mereka diajak mengucapkan dua kalimat syahadat. Dengan demikian, berarti mereka sudah menyatakan diri untuk masuk islam. Lama-lama mereka pun mau menjalankan ibadah sholat. Dengan cara demikian itu Sunan Kalijaga dapat memikat hati masyarakat sehingga islam cepat tersebar di masyarakat jawa, khususnya jawa tengah.
Coba kita menoleh kebelakang, bagaimana para Walisongo menyebarkan agama islam ditanah jawa. Para Walisongo dalam penyebaran dan pengembangan islam ditanag jawa ini dengan cara damai, tidak pernah mempergunakan cara-cara kekerasan. Bahkan Beliau-beliau itu sangat menghormati adat istiadat dan tradisi yang dipegangi masyarakat pada saat itu. Budaya lokal dikemas sedemikian rupa, lalu diisi simbol-simbol dan nilai-nilai yang berasal dari ajaran islam. Hasilnya, penyebaran sangat efektif dan mudah diterima secara damai tanpa adanya penolakan yang berarti.



Layout by AanZt | Design by NewWpThemes | Blogger Theme by Lasantha - Premium Blogger Templates | NewBloggerThemes.com