Dikutip dari Bulletin El-Wijhah Edisi XXII
Kategori : Profil
Syekh Nawawi Al-Bantani dilahirkan pada tahun 1230 H/ 1813 M, di kampung Tanara, Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang, Banten, Jawa Barat. Beliau berasal dari keturunan Seorang Tokoh agama yang sangat disegani , ayahnya bernama KH.Yahya adalah cucu dari Sunan Syarif Hidayatullah atau lebih dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati Cirebon.
Syekh Nawawi sejak kecil telah diarahkan ayahnya yaitu KH. Umar yang sehari-harinya menjadi penghulu Kecamatan Tanara dan pemimpin masjid, kemudian Nawawi di serahkan kepada KH. Sahal, ulama terkenal di Banten. Usai dari Banten, Nawawi melanjutkan pendidikannya kepada Kyai Yusuf ulama besar Purwakarta.
Ketika berusia 15 tahun syeh Nawawi pergi ke Tanah Suci bersama saudaranya untuk menunaikan ibadah haji. Tapi, setelah musim haji usai, ia tidak langsung kembali ke tanah air.karena Dorongan menuntut ilmu menyebabkan ia bertahan di Kota Suci Mekkah untuk menimba ilmu kepada ulama-ulama besar Negara asing , seperti Imam Masjidil Haram Syekh Ahmad Khatib Sambas, Abdul Ghani Bima, Yusuf Sumbulaweni, Syekh Nahrawi, Syekh Ahmad Dimyati dan Ahmad Zaini Dahlan.
Tiga tahun lamanya ia menggali ilmu dari ulama-ulama Mekkah. Setelah merasa bekal ilmunya cukup, segeralah ia kembali ke tanah air, lalu mengajar dipesantren ayahnya. Namun, kondisi tanah air tidak menguntungkan pengembangan ilmunya. Saat itu, hampir semua ulama Islam mendapat tekanan dari penjajah Belanda. Keadaan itu tidak menyenangkan hati Nawawi. karena keinginannya menuntut ilmu di negeri yang telah menarik hatinya, begitu berkobar.
Akhirnya, kembalilah Syekh Nawawi ke Tanah Suci. Kecerdasan dan ketekunannya mengantarkan ia menjadi salah satu murid yang terpandang di Masjidil Haram. Ketika Syekh Ahmad Khatib Sambas uzur menjadi Imam Masjidil Haram, Syekh Nawawi ditunjuk menggantikannya. Sejak saat itulah ia menjadi Imam Masjidil Haram dengan panggilan Syekh Nawawi al-Jawi. Selain menjadi Imam Masjid, ia juga mengajar dan menyelenggarakan halaqah bagi murid-muridnya yang datang dari berbagai belahan dunia. Di antara muridnya yang berasal dari Indonesia adalah KH. Kholil Madura, K.H. Asnawi Kudus, K.H. Tubagus Bakri, KH. Arsyad Thawil dari Banten dan KH. Hasyim Asy’ari dari Jombang. Mereka inilah yang kemudian hari menjadi ulama-ulama terkenal di tanah air.
Syekh Nawawi Dikenal sebagai ulama dan pemikir yang memiliki pandangan dan pendirian yang khas, Syekh Nawawi amat konsisten dan berkomitmen kuat bagi perjuangan umat Islam. Ia lebih suka memberikan perhatian kepada dunia ilmu dan para anak didiknya serta aktivitas dalam rangka menegakkan kebenaran dan agama Allah SWT.
Dalam bidang syari’at Islamiyah, Syekh Nawawi mendasarkan pandangannya pada dua sumber inti Islam, Alquran dan Al-Hadis, selain itu juga Ijma’ dan Qiyas. Empat pijakan ini seperti yang dipakai pendiri Mazhab Syafi’iyyah, yakni Imam Syafi’i. Mengenai Ijtihad dan Taklid, Syekh Nawawi berpendapat, bahwa yang termasuk mujtahid mutlak adalah Imam Syafi’i, Hanafi, Hanbali, dan Maliki. Bagi keempat ulama itu, katanya, haram bertaklid, sementara selain mereka wajib bertaklid kepada salah satu keempat imam mazhab tersebut.Pandangannya ini mungkin agak berbeda dengan kebanyakan ulama yang menilai pintu ijtihad tetaplah terbuka lebar sepanjang masa. Barangkali, bila dalam soal mazhab fikih, memang keempat ulama itulah yang patut diikuti umat Islam kini.Sejak 15 tahun sebelum kewafatannya, Syekh Nawawi sangat giat dalam menulis buku. Ia termasuk penulis yang produktif dalam melahirkan kitab-kitab mengenai berbagai persoalan agama. Karya–karyanya meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti tauhid, ilmu kalam, sejarah, syari’ah, tafsir, dan lainnya. Di antara buku yang ditulisnya adalahi Tafsir Mirah Labid , Uqudul Lijan Nihayatuz Zain , Mirqatus Su’udit Tashdiq, Tanqihul Qoul, syarah Kitab Lubabul Hadith nya Imam Suyuthi.Adapun Kitab Hadits lain yang sangat terkenal adalah Nashaihul Ibad, syarah dari kitabnya Syekh Ibnu Hajar Al-Asqalani. Sebagian karyanya tersebut diterbitkan di Timur Tengah. Dengan Kemasyhurannya dan karya-karyanya ini, ia mendapat gelar : A’yan ‘Ulama’ al-Qarn aI-Ra M’ ‘Asyar Li al-Hijrah, AI-Imam al-Mul1aqqiq wa al-Fahhamah al-Mudaqqiq, dan Sayyid ‘Ulama al-Hijaz.
Di saat menulis syarah kitab Bidayatul Hidayah karya Imam Ghozali, lampu minyak beliau padam, padahal saat itu sedang dalam perjalanan dengan sekedup onta, di jalan pun Beliau tetap menulis. Beliau pun berdoa, bila kitab ini dianggap penting dan bermanfaat buat kaum muslimin,Ia mohon kepada Allah SWT memberikan sinar agar bisa melanjutkan menulis. Tiba-tiba jempol kakinya mengeluarkan api, bersinar terang, dan beliau meneruskan menulis syarah itu hingga selesai. Dan bekas api di jempol tadi membekas, hingga saat Pemerintah Hijaz memanggil beliau untuk dijadikan tentara, ternyata beliau ditolak, karena adanya bekas api di jempol tadi.
Waktu terus bergulir sehingga Syeh Nawawi harus memenuhi panggilan Allah pada tanggal 25 Syawal 1314./ 18 Dalam usia 84 tahun di Syeib A’li, sebuah kawasan di pinggiran kota Mekkah.