Dimuat di bulletin El-Wijhah Edisi XIX
Oleh : M. Mustain Alfian
Kategori : Laporan Khusus
Bukan dentingan musik gamelan, ataupun dentuman musik pop, melainkan adalah Rebana dan Berzanji, atau istilah gaulnya lebih suka disingkat dengan istilah R n B, yang turut menyemarakkan hingar-bingar meriahnya prosesi Acara Maulid Nabi yaitu hari kelahiran Nabi Akhir Zaman Muhammad SAW.
DALAM SEBUAH KONTROVERSI
Usut punya usut ternyata Acara Perayaan Maulid Nabi menjadi polemik antar Ulama’ mengenai hukum pelaksanaannya, meskipun dalam satu sisi mereka bersepakat bahwa pelaksanaan Maulid Nabi adalah Bid’ah, tapi pernyataan tersebut sangatlah umum sekali dikarenakan Bid’ah banyak macamnya. Karena itu perlu spesifikasi yang lebih mendetail lagi, apakah Bid’ah tersebut mengarah pada tindakan keharaman, Makruh, ataupun Mubah.
Definisi Bid’ah itu sendiri secara garis besar adalah sesuatu yang baru dalam islam,dengan artian Nabi tidak pernah melakukannya. Karena berdasarkan Hadits :
كل محدث بدعة وكل بدعة ضلالة فى النار
Artinya : “Tiap-tiap sesuatu yang baru(dalam islam) itu adalah Bid’ah dan setiap Bid’ah mengarah kepada kesesatan dan tempat kesesatan adalah di dalam neraka”.
Dalam mengartikan hadits tersebut perlu di lihat juga dari segi bahasa seperti lafadz “Kullun” yang pertama mempunyai arti keseluruhan, sedangkan lafadz “Kullun” yang kedua mempunya arti sebagian besar. Jadi dapat disimpulkan lafadz “Kullun” yang pertama menyangkut seluruh aspek secara global, dan lafadz “Kullun” yang kedua hanya menyangkut beberapa aspek saja yang mendominasi.
Hukum Bid’ah pun di bagi menjadi 5 bagian :
1. Wajib dengan contoh pembukuan Al-Qur’an dan Al-Hadits
2. Sunnah dengan contoh pembuatan madrasah
3. Makruh dengan contoh menghias masjid
4. Mubah dengan contoh macam-macamnya pakaian
5. Haram dengan contoh Sholat Dzuhur dilakukan sebanyak 3 raka’at
Dalam ini Syekh Tajuddin Al-Iskandari yang berhaluan Madzhab Malikiyyah mengemukakan pendapatnya, bahwa pelaksanaan Maulid Nabi adalah Bid’ah Dholalah
Yang masuk dalam kategori ke lima yaitu haram dengan argumentsinya yang menyatakan bahwa dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits tidak ditemukam makna yang tersurat maupun tersirat di dalamnya. Dalam hal ini Syekh Tajuddin Al-Iskandari telah mengambil referensi dari kitab Murid Al-Kalam Al-Aamal Al-Maulid yang turut menjadi fundamental untuk menyokong pendapatnya tersebut.
Lain halnya dengan Syekh Tajudin Al-Iskandari dalam mengeluarkan statemen bahwa pelaksanaan Maulid Nabi adalah Bid’ah Dholalah, tetapi Syekh Ibnu Hajar Al-Atsqolani beserta Syekh As-Suyuti berpendapat bahwa pelaksanaannya adalah Bid’ah Hasanah, yang termasuk dalam kategori kedua yaitu sunnah, dikarenakan isyarat diamnya Rosulullah ketika melihat Orang Yahudi berpuasa pada bulan Asyura, sebagai ungkapan syukur mereka atas keselamatan Nabi Musa A.S dari kejaran Fir’aun. Ini adalah bentuk penghormatan kaum Nabi Musa yang kemudian disamakan dengan Acara Maulid, yang sama-sama bertujuan untuk menghormati Nabi, mereka berdua juga mengambil referensi dari Kitab An-Ni’mah Al-Kubra ‘Ala Al-Alam Fi Maulid Sayyid Wulid ‘Adam, guna untuk memperkuat pendapat keduanya.
DALAM SEBUAH SEJARAH
Tak dapat dipungkiri, Maulid Nabi adalah salah satu dari sekian banyak hari-hari besar bagi para ummat muslim yang terasa kurang kurang afdlol jika terlewatkan, dalam hal ini terdapat banyak himbauan bagi ummat muslim agar senantiasa menghormati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang dituangkan dalam berbagai Hadits, salah satu diantaranya adalah :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ عَظَّمَ مَوْلِدِىْ كنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ اَنْفَقَ دِرْهَمًا فى مُوْلِدِى فَكَأَنَّمَا اَنْفَقَ جَبَلاً مِنْ ذَهَبٍ فى سَبِيْلِ اللهِ.
Artinya : Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang menghormati hari kelahiranku (Rosulullah) maka niscaya Dia akan mendapatkan pertolongan pada hari kiamat nanti, dan barang siapa yang menginfakkan hartanya sebanyak satu dirham guna menghormati hari kelahiranku, maka orang tersebut ku umpamakan telah menginfakkan hartanya sebanyak satu gunung emas dijalan Allah”.
Tidak hanya secara perseorangan saja, Negara kitapun turut ikut andil dalam perayaan Maulid Nabi,terbukti dengan ditetapkannya sebagai hari Libur Nasional. Dengan bukti-bukti faktual tersebut dapat disimpulkan, bahwa Maulid Nabi adalah salah satu Hari Besar umat islam yang sangat penting.
Jika menilik tentang sejarah Maulid Nabi masa lampau, ada baiknya perlu diketahui bahwa orang yang pertama kali merayakannya dengan besar-besaran adalah Raja Bani Abbasiyah yang bernama Malik Mudzofah Ibnu Batati yang terkenal dan berdedikasi tinggi terhadap rakyatnya, yang manakala itu menggelar acara Maulid Nabi dengan mengadakan sayembara untuk membuat Biografi tentang Rosulullah, dan akan menghadiahkan 10.000 Dinar kepada pemenangnya. Seorang yang berhasil memenengkan sayembara tersebut adalah : Syekh Abu Al Khatib Ibnu Dihyati yang menuangkan karyanya ke dalam Kitab yang diberi judul Risalah At-Tanwir Fi Maulid Al-Basyir, ini adalah kitab yang dibaca pada saat acara prosesi Acara Maulid yang diadakan dengan meriah, yaitu dengan di iring-iringi pasukan perang berkuda yang berjalan mengitari sebuah alun-alun kota, yang dihadiri oleh para Masayikh, Pejabat Negara, dan Masyarakat pada zaman itu..
Walaupun pelaksanaan Maulid Nabi adalah Bid’ah, tapi bid’ah yang tergolong hasanah. kita yang notabenenya Adalah ummat islam,Wajib mempunyai rasa hormat kepada Rasul kita yang tentunya akan banyak sekali manfaat yang didapatkan, dengan menghormati, kita akan lebih dapat memahami dan mencermati bagaimana sifat dan perangai beliau, ketika dalam masa memperjuangkan agama islam, dan semoga dengan itu kadar keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah S.W.T Akan dapat bertambah. Amien ya rabbal alamien.