Manusia di dunia ini tidak bisa hidup tanpa cinta, karena manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, yang tak lepas dari kasih sayang, saling membantu, dan saling mencintai. Sebuah kata yang dianggap sakral oleh banyak kalangan. Namun sejatinya cinta memang telah menjadi fitrah manusia.
Ketika Nabi Adam diciptakan, beliau merasa kesepian. Maka Allah menciptakan Hawa sebagai pendamping. Rasa ingin dicinta dan mencintai merupakan naluri manusia, sebab setiap manusia mempunyai cinta yang dapat diaplikasikan dalam berbagai hal. Tapi terkadang, sebagian besar manusia tidak bisa menjelaskan maksud dari cinta itu sendiri.
Begitu luasnya definisi cinta, sehingga banyak menimbulkan sudut pandang yang berbeda, hingga menimbulkan kontroversi dan pro-kontra. Lalu bagaimanakah definisi cinta? 

DEFINISI CINTA
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, cinta adalah hubungan antara pria dan wanita, berdasarkan kemesraan tanpa ikatan yang berdsarkan adat hukum yang berlaku. Dari definisi ini, tujuan cinta lebih condong ke lawan jenis atau antar sesama manusia .
Lain lagi menurut Ustadz H. Ashfal Maula S.Pd.I (pengamat sastra), “cinta adalah disaat dia jauh, aku merasa dekat, dan disaat dia dekat aku merasa nyaman,” tutur beliau ketika ditanyakan tentang definisi cinta. Dalam pernyataan ini, beliau menjelaskan bahwa pengertian cinta yang beliau utarakan bersifat umum. Artinya cinta tidak hanya terhadap sesama manusia saja , namun bisa juga cinta terhadap  hal apapun.
“cinta harus buta,” imbuh beliau, menjelaskan lagi tentang cinta. Dalam pernyataan tadi, cinta harus buta,yang dimaksud “buta” di sini bukanlah membutakan segalanya, tetapi buta yang tidak mempedulikan omongan orang lain, seolah-olah membutakan indra dari kenyataan yang ada. Berarti dalam mencintai sesuatu, penglihatan yang digunakan adalah hati.  Jika belum mencintai lewat hati, maka belum dikatakan cinta, tetapi hanya bersifat rasa suka saja. Karena rasa suka hanya tercerna pada otak. Sedangkan rasa cinta yang sesungguhnya adalah berdasar dari hati. Beliau mencontohkan kisah cinta Siti Zulaikha kepada Nabi Yusuf. Latar belakang Nabi Yusuf sebagai seorang budak di istana kerajaan. Sedangkan Siti Zulaikha yang notabene pada zamannya adalah sebagai seorang ratu. Hal ini membuktikan bahwa cinta Siti Zulaikha kepada Nabi Yusuf bersumber dari hati, bukan hanya lewat pandangan mata saja.
Beliau menambahkan lagi, bahwa tanda-tanda cinta adalah ikhlas, jujur, memberi, membutuhkan, tidak bisa dipaksa, dan saling percaya.
”Cinta itu Adam dan Hawa, Yusuf dan Zulaikha, Ibrahim dan Saroh, Baginda Muhammad dan Khodijah. Cinta itu perasaan Zainab kepada Nabi Muhammad. Cinta itu antara aku dan dia, tak ada orang kedua. Cinta itu bukan di otak, juga bukan di rekening , bukan juga di situ (sambil menunjuk kitab-kitab di meja), tetapi  cinta itu ada di sini (sambil menunjuk di hati),” terang beliau  menguatkan lagi tentang apa itu cinta, lewat contoh realita yang pernah terjadi.
Sedangkan definisi cinta menurut al Qur’an adalah sebuah amalan hati yang akan terwujud dalam amalan lahiriyyah. Allah berfirman dalam surat al Hujarat ayat 7 :

أَنَّ وَاعْلَمُوا فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ الْأَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ

Artinya : “Dan ketahuilah bahwa di tengah-tengah kamu ada Rasulullah kalau dia menuruti (kemauan) kamu dalam banyak hal pasti kamu akan mendapatkan kesusahan. Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan, dan menjadikan (iman) itu indah daam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (Q.S al Hujurat : 7 ).
Surat tersebut menerangkan lagi bahwa cinta itu memang terdapat dalam hati. Cinta merupakan dasar tauhid. Bahkan ada salah satu ulama’ mengatakan bahwa tidak akan sempurna tauhid (iman) kecuali bila kecintaan seorang hamba
kepada Rabb-nya juga sempurna. Allah berfirman dalam surat al Baqarah ayat 165:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّه
وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ

Artinya: “Dan diantara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain allah sebagai tandingan. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada allah sekiranya orang-orang yang berbuat dzolim itu melihat, ketika mereka melihat adzab (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah, dan Allah sangat berat adzabnya.” (Q.S al Baqarah : 7)

Al Quran juga mendefinisikan cinta menjadi 8 macam :
Pertama, cinta mawaddah yaitu jenis cinta menggebu-gebu, membara dan "nggemesi.” Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah,sifatnya ingin selalu bersama dengan orang yang dicinta. 
Kedua, cinta rahmah yaitu jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis rahmah ini lebih memperhatikan orang yang dicintainya dibanding terhadap dirinya sendiri. Baginya yang penting adalah kebahagiaan sang kekasih. Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antar orang yang bertalian darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya. Dari hal itu maka dalam al Qur'an ,kata kerabat disebut dengan dzawil arham, yakni orang-orang yang memiliki hubungan darah. Lain lagi mengenai cinta antara suami-istri, cinta ini diikat oleh cinta mawaddah dan dan rahmah.
Ketiga, cinta ra'fah, yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma-norma kebenaran, misalnya kasihan kepada anak sehingga tidak tega membangunkannya untuk shalat, membelanya meskipun salah.
Keempat, cinta syaghaf, yaitu cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil dan memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis syaghaf bisa seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir tak menyadari apa yang dilakukan. Al Qur'an mengkisahkan tentang hak ini dengan kisah cinta seorang ratu mesir yaitu Siti Zulaikho kepada Nabi Yusuf.
Kelima, cinta mail, yaitu jenis cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga menyedot seluruh perhatian. Cinta jenis mail ini dalam al Qur'an disebut dalam konteks orang poligami, di mana ketika sedang jatuh cinta kepada yang muda, cenderung mengabaikan kepada yang tua.
Keenam, cinta shobwah, yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilaku menyimpang tanpa sanggup mengelak. Al Qur'an menyebut termasuk cinta ini ketika mengkisahkan bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan dengan Zulaiha yang setiap hari menggodanya (mohon untuk dimasukkan ke dalam penjara), sebab jika tidak, lama kelamaan Yusuf akan tergelincir juga dalam perbuatan maksiat.
Ketujuh, cinta syauq (rindu). Definisi  cinta ini bukan dari al Qur'an tetapi dari hadis yang menafsirkan al Qur'an. Dalam surat al `Ankabut ayat 5, dikatakan bahwa barangsiapa rindu berjumpa Allah pasti waktunya akan tiba. Menurut Ibnu Qayyim al Jauzi dalam kitab Raudlat al Muhibbin wa Nuzhat al Musytaqin, Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati kepada sang kekasih, dan kobaran cinta yang apinya berada di dalam hati sang pecinta.
Kedelapan, cinta kulfah. yaitu perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang positif meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis cinta ini disebut al Qur'an ketika menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya.
Ada salah seorang ahli pendidikan menyimpulkan , bahwa cinta itu tak kenal yang namanya patah hati, cemburu, sengsara, cari keuntungan, dan pamrih. Seperti pada zaman Rasulullah SAW, yang terjadi pada para Sahabat Anshar , mereka rela memberikan harta benda, rumah, hingga istripun diberikan kepada para Sahabat Muhajirin, yang hijrah dari kota Makkah ke kota Madinah. Mencitai seseorang ibarat orang beramal, tanpa pamrih dan tidak mengharapkan apa-apa. 
Dari berbagai sumber tadi yang mendefinisikan apa itu cinta, pastinya akan menuai pro-kontra. Satu sama lain mempunyai sudut pandang  yang berbeda.  Dan akan sulit menemukan titik  temu dalam pendefinisian cinta  yang sejati. Garis besarnya dapat disimpulkan bahwa cinta tidak ada unsur dusta, dan tidak ada unsur pemaksaan, sebab cinta bersumber  dari dalam hati.  Tidak ada rekayasa dalam menjalani  sebuah hubungan cinta.

HAKIKAT CINTA
Allah menciptakan manusia karena cinta. Nabi Muhammad SAW diutus kepada manusia juga karena cinta. Manusia mencintai Allah untuk mendapatkan ridlonya. Apabila cinta tersebut  sesuai dengan  apa yang diridloi Allah, maka cinta itu akan menjadi sebuah ibadah. Dan sebaliknya, jika tidak sesuai dengan-Nya, maka akan menjadi perbuatan maksiat.
Berarti jelas, bahwa cinta adalah ibadah hati yang bila salah menempatkannya akan menjatuhkan manusia ke dalam sesuatu yang dimurka oleh Allah. Seperti dalam firman Allah pada surat al Imron ayat 31 :

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya :
Katakanlah ( Muhammad), “jika kamu mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengampuni dosa-dosamu.” Allah maha pengampun lagi maha penyayang. (Q.S. al Imron ayat : 31).
Tujuan cinta tidak hanya terhadap manusia saja, namun  cinta layaknya dikembalikan kepada yang memberi cinta, yaitu Allah Ta'ala. Sebab pada hakikatnya, cinta mutlak bersumber dari Allah. Cinta yang dibangun karena Allah, akan menghasilkan kebaikan yang sangat banyak dan berharga. Cinta yang hanya dimiliki oleh seorang hamba yang taat menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
***
Oleh : M. Zidni Nafi di buletin El Wijhah '11

Referensi :
1. Kamus Besar  Bahasa Indonesia.
2. Kamus Al Munawwir.
3. Kitab Raudlat al Muhibbin wa Nuzhat al Musytaqin
4. Madarijus salikin.
5. Al Qur'anil karim.
6. www.asysyariah.com
Layout by AanZt | Design by NewWpThemes | Blogger Theme by Lasantha - Premium Blogger Templates | NewBloggerThemes.com